Sunday, April 22, 2018

Gerakan Mahasiswa


Diskusi Publik, tahun 2016 di UIN Sunan Kalijaga
Mahasiswa saat ini sudah menjadi batang pohon rapuh yang gampang diterpa angin.  Tak luput dari dosa masa lalu, mahasiwa sudah kehilangan girah sebagai orang yang seharusnya bisa berfikir dan lebih peka terhadap permasalahan yang ada pada saat ini. Tapi ruh yang mengisi jasad mahasiswa tinggallah cerita belaka dan hanya menjadi robot buatan yang siap diatur oleh penciptanya. Mahasiswa yang seharusnya memiliki sikap intelektual sekarang hanyalah dongeng anak pengantar tidur para penguasa.
Orang intelektual adalah pencipta sebuah bahasa yang mengatakan yang benar kepada yang berkuasa[1]. Banyak mahasiswa yang katanya kaum terpelajar yang diagung-agungkan tapi malah diperbudak oleh kekuasaan. Yang seharusnya berfikir kritis terhadap lingkungan dan masyarakatnya malah menjadi apatis dan seolah-olah mereka tuli terhadap permasalahan yang ada.  Sudah menjadi budaya yang hampir semua orang ingin lakukan yaitu sekolah sampai ke jenjang pendidikan, tapi apakah ini pertanda bahwa kebanyakan orang sudah sangat membutuhkan pendidikan.
Melihat kondisi kecil dari gambaran situasi negara yang tercakup dalam miniatur negara yang biasa kita sebut sebagai kampus. Artinya bahwa terdapat negara kecil yang menjadi tempat tujuan orang banyak yang ingin menjadi rakyatnya. Bahkan sampai berkompetisi dan dipanitiakan untuk bisa diterima sebagai rakyatnya kampus. Bukan itu yang menjadi persoalan utama yang dibicarakan, tapi apa yang menarik dibicarakan adalah ketika orang-orang yang sudah menjadi rakyatnya tetapi lupa dengan tempat asalnya ibarat pepatah mengatakan kacang lupa kulitnya. Tempat yang seharusnya dia kembali lagi setelah dari negara ini dan mengembangkan tempat asalnya malah berubah menjadi pengusik tempatnya sendiri.
Mahasiswa harus bisa menjadi pendorong dan penggerak dalam putaran roda kehidupan serta mengembangkan sayapnya untuk terbang keatas menuju kearah kemajuan untuk bisa menghadirkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Semua manusia pastilah terus bergerak yang terus terjadi. Gerakan haruslah menjadi sistem penting yang dibutuhkan oleh manusia ibarat sistem peredaran darah yang terus berlangsung. Gerakan yang dilakukan haruslah menuju kearah perkembangan kemajuan yang terus menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, bukan malah mengalami kemunduran yang berujung pada kerusakan dan kehancuran.
Gerakan mahasiswa saat ini sudah tidak pada jalurnya, gerakan yang terjadi hanya sebagai rupa dari bentuk sebuah protes karena dimaknai sebagai pernyataan tidak menyetujui, menentang atau menyangkal. Sehingga dapat diartikan sebagai usaha yang bersifat spontanitas, tidak terarah, tidak terorganisir, tidak bergerak maju, serta tidak melihat kondisi objektif lingkungan sosial. Sebuah protes hanya terjadi sekilas saja ketika merasa tersentuh bahkan terusik atau terganggu oleh permasalahan yang menyangkut dirinya barulah berbicara atau bisa disebut dengan tindakan emosional semata. Berbeda dengan gerakan yang memiliki karakteristik yang dibangun oleh sebuah kesadaran yang rasional, cenderung memiliki bekal strategi dan manajemen yang baik, dan berasal dari sebuah wujud sosial yang spesifik.
Gerakan mahasiswa dibagi menjadi dua yaitu gerakan fungsional dan gerakan struktural. Gerakan struktural adalah gerakan yang dilakukan dalam lingkungan masyarakat umum atau biasa disebut dengan tingkatan rakyat yang membahas permasalaan sosial dan isu-isu politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial. Sedangkan gerakan fungsional adalah gerakan yang membahas permasalahan terkait elitis yang arah pergerakannya mengacu pada moralitas yang bersifat parsial terkait masalah dalam tatanan birokrasi atau atasan.
Dalam sejarah pergerakan mahasiswa tidak lepas dari perjuangan generasi muda terutama kaum muda intelektual. Generasi muda Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia, yang menderita dan berharap. Generasi muda Indonesia adalah hati nurani bangsa yang berbicara, jiwa bangsa yang menyala, yang akan mewarnai masa depan. Pola berpikir kaum terpelajar yang jumlahnya relatif sedikit berbanding dengan jumlah penduduk, mau tak mau memikul beban tanggung jawab memperbaiki masyarakat. Dalam massyarakat penjajahan, mereka cepat sekali mengalami kenyataan keras dan pahit. Mereka melihat dengan mata kepala sendiri betapa massa rakyat menderita dalam keadaan sengsara dan tertindas. Hal tersebut membuat mereka berketetapan hati untuk ikut menentukan nasib bangsa menuju arah yang tepat. Hasrat perubahan itu tumbuh pada awalnya di kalangan individu-individu. Kemudian, hal ini meningkat dalam suatu pergerakan melalui organisasi yang modern. Begitulah sebagaimana terjadi di kalangan mahasiswa STOVIA. Peristiwa-peristiwa di masyarakat luar dan dalam negeri menyentuh jiwa para pelajar STOVIA di Jakarta, terutama jiwa seorang pemuda berusia 19 tahun bernama Soetomo. Soetomo mendatangi kelas-kelas di STOVIA seraya mengajak untuk menguak ke alam pemikiran yang lebih luas. Demikian anak muda usia itu bersepakat untuk berkumpul pada tanggal 20 Mei 1908  yang dimulai dengan  berdirinya organisasi modern pertama dalam sejarah bangsa Indonesia yang bernama Budi Utomo yang diketuai oleh Soetomo[2].
Gema Budi Utomo terasa di seluruh Indonesia, bahkan pengaruhnya sampai ke luar negeri terutama Negeri Belanda. Sekelompok mahasiswa mendirikan organisasi dengan nama Indische Vereniging. Pada mulanya organisasi ini bergerak di bidang sosial, yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan politik. Tiga serangkai pemimpin Indonesia yang dibuang Belanda yaitu dr. Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Suryadiningrat dan dr. Deuwis Dekker memasukkan unsur politik. Nama perkumpulan berubah tahun 1921 yaitu menjadi Indonesisce Vereniging karena perkembangan lain ialah datangnya mahsiswa baru yang sebelumnya berpengalaman dalam organisasi pemuda di Indonesia. Pikiran-pikiran tentang persatuan rakyat, hak mengatur diri sendiri, demokrasi, menolong diri sendiri, pembentukan kekuatan, non-koperasi, semuanya itu dianut oleh Indonesisce Vereneging sejak 1922 dan seterusnya sampai mereka mengubah nama tahun 1924 dengan “Perhimpunan Indonesia”. Selain itu mereka jelas-jelas menampakkan warna politik dan kehendak ke mana ditujukan muara cita-cita sebagai bangsa terjajah. Kegiatan organisasi gerakan pemuda maupun mahasiswa sampai pada prestasi puncaknya pada tanggal 28 oktober 1928 dengan lahirnya Sumpah Pemuda di Jakarta. Terkenal ringkasnya dengan Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa yaitu Indonesia.
Gerakan pemudalah yang berhasil mendesak Soekarno-Hatta melalui penculikan untuk segera memproklamirkan Kemerdekaan RI. Kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari semangat perjuangan kaum muda. Keberhasilan mereka ini merupakan puncak prestasi berikutnya setelah Sumpah Pemuda ialah melahirkan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945. Tapi, pekerjaan belum selesai. Belanda datang dengan maksud menjajah kembali. Timbul konflik besar antara Belanda dan pihak Indonesia. Mereka mempertaruhkan segenap jiwa raga mereka dan dengan tabah karena bersenjatakan suatu keyakinan bulat dan teguh bahwa Kemerdekaan Indonesia harus dipertahankan. Tanggal 27 Desember 1949 Belanda menyerahkan kedaulatan pada Indonesia. Kini Indonesia merdeka sepenuhnya dan diakui dunia internasional.
Negara Indonesia berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS)[3]. Hal ini jelas menyimpang dari cita-cita perjuangan yang tercerminkan dalam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Pada masa inilah rasa persatuan di kalangan generasi muda luar biasa yaitu kesadaran tinggi untuk ikut berpartisipasi dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Masa-masa ini tidak bertahan lama karena hantu perpecahan dan saling kecurigaan berjangkit di kalangan generasi muda tatkala pemilihan umum pertama diadakan tahun 1955. Partai-partai politik mulai memasuki organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa yang militan itu. Mereka memakai tenaga-tenaga yang penuh vitalitas ini demi kepentingan partainya sendiri. Perpecahan ini makin kelihatan dan tak terelakkan di masa berlakunya sistem pemerintahan dengan demokrasi terpimpin. Generasi muda bergelimang dalam suhu dan semangat politik yang tinggi. Dua kelompok saling berhadapan yaitu kelompok anti-komunis dan kelompok komunis seraya menunggu ledakan situasi. Peledakan situasi ini muncul pada akhirnya, yaitu Gerakan 30 September 1965. Pada tahun 1966 pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah angkatan ’66 mengangkat isu Komunias sebagai bahaya laten negara. Setelah orde lama berakhir, aktivis angkatan ’66 mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabinet pemerintahan orde baru.
Perkembangan gerakan mahasiswa berlanjut tahun 1974 yang dikenal dengan gejolak Malari yang mana pada dasarnya adalah konflik elite penguasa yang terkena dampaknya adalah pergerakan mahasiswa, sehingga mahasiswa banyak yang diculik, ditahan dan diadili. Sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim orde baru yang kemudian menghasilkan gerakan secara nasional.
Menjelang Pemilu dan setelah pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa dengan berbagai masalah pentimpangan politik diangkat sebagai isu, gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional. Pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, namun upaya ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini terjadi pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik. Hal inilah kemudian mneyebabkan NKK/BKK pada tahun 1978 sehingga menimbulkan pengkandangan pergerakan mahasiswa di dalam kampus supaya dapat melanggengkan kekuasaan. Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan muncul UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka poltik praktis semakin tidak diminati oelh mahasiswa karena sebagian ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini diantaranya: peristiwa cimanggis, gejayan, tragedi trisakti, targedi semanggi, dan tragedi lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu tahun 1999.
Setelah jatunya Soeharto pada peristiwa 1998, Gerakan Mahasiswa mengalami sedikit penurunan dan mulai terkikis.Gerakan mahasiswa mengalami sedikit kebingungan orientasi walaupun pada saat ini masih ada dan tidak begitu dikekang namun kesadaran nasionalisme dan cita-cita gerakan mahasiswa mulai lambat alun redup. Gerakan mahasiswa saat ini hanya melakukan kegiatan berupa aksi protes, pintar berbicara di ruang kecil, hanya mementingkan idiologi masing-masing yang artinya mengandalkan bendera masing-masing partai tanpa mengindahkan adanya persatuan. Kembali melihat realitas mahasiswa zaman sekarang yang masih menjadi harapan banyak orang untuk menjadi penerus bangsa yang katanya merupakan kaum intelektual yang terdidik dan terpelajar. Kita sebagai mahasiswa haruslah memiliki kepedulian sosial terhadap apa yang terjadi di dalam masyarakat. Karena mahasiswa berasal dari rakyat dan nantinya sendiri akan kembali ke asalnya lagi yaitu ikut menyatu dengan rakyat.
Perjuangan bangsa Indonesia tidak lepas dari keikutsertaan dari para pemuda dan mahasiswa yang mana menjadi tonggak sejarah panjang yang harus dipahami bersama. Namun masih adakah sisa dari semangat perjuangan tersebut yang bisa mengubah dan membawa masa depan Indonesia kearah kemajuan. Ketika disebut kata pemuda. Seketika yang ada dalam benak kita adalah idealisme, cerdas, kreatif, dan potensi positif lainnya. Pemuda dan episode kehidupannya penuh dengan warna dan dinamika. Tatkala penindasan terjadi dalam suatu masyarakat dan bangsa, para pemuda tampil melakukan perlawanan. Ketika kebekuan melanda kehidupan, para pemuda muncul melakukan pendobrakan.
“ Berjuang bersama rakyat merebut demokrasi sejati, tunduk tertindas atau bangkit melawan, sebab mundur adalah penghianatan. Takkan Mundur walau terbentu takkan mengeluh walau terjatuh”.
Salam Demokrasi!!!


referensi
[1] Edward W. Said, PERAN INTELEKTUAL Kuliah-kuliah Reith Tahun 1993, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1998, hlm xi
[2] Yozar Anwar, PERGOLAKAN MAHASISWA ABAD KE-20 Kisah Perjuangan Anak-anak Muda Pemberang, Penerit Sinar Harapan, Jakarta, 1981, hlm 233
[3] Yozar Anwar, PERGOLAKAN MAHASISWA ABAD KE-20 Kisah Perjuangan Anak-anak Muda Pemberang, Penerit Sinar Harapan, Jakarta, 1981, hlm 241

Sunday, November 19, 2017

Puisi Anjing Malam

HEY....................
Dengarkan gonggongannya
Masing meraung kesakitan
Tersiksa tuannya sendiri
Berusaha merubah geraknya

HEY...................
Butakan saja matanya
Patahkan saja kakinya
Pukul saja badannya
Kenapa tidak mati saja

Hey.....................
Pelankan suaramu
Kau tidak pantas mengeluh
Terimalah yang diberi
Yang pentingkan makan


Friday, December 11, 2015

Tanah Rantau

Waktu terus berjalan
Mengikuti setiap langkah ini
Memenuhi otak diri
Tak terbayang susahnya
Terus berfikir makan
Terhalang dompet yang kosong
Mencari kesana kemari
Berusaha penuhi diri tuk bertahan
Dalam suasana yang tak terbayang
Belum berlalu hayat ini
Lelah tuk pergi tinggalkan batin
Menahan kenikmatan yang dilalui
Di kampung bisa senang 
Di tampung tak kunjung datang
Rantau menjadi pilihan

Tuesday, December 8, 2015

Ada Tapi Tidak Ada

Bingung bila difikirkan
Bisu bila diucapkan
Buta bila dilihat 
Serta tuli bila didengarkan
Cobalah bertanya sendiri
Menanti tak kunjung kembali
Memberi tapi hanya harapan
Tertuju tapi bukan tujuan 
Semua hanya fatamorgana
Tak luput bagi kita tuk menerima
Dimanakah engkau berada saat ini
Wahai sesuatu yang dinanti, yakni...
" KEADILAN YANG PASTI"